Tak Mesti Ikut Merayakan Demi Disebut Toleran

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berkomitmen menjaga semangat toleransi dan keharmonisan untuk menghormati umat beragama, dengan memasang berbagai ornamen dan hiasan Natal di beberapa tempat.
Mengenai pemasangan ornamen Natal itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan bahwa Kota Pahlawan merupakan kota toleransi dengan peringkat keenam di Indonesia dan peringkat pertama di Jawa Timur. Apalagi, masyarakat yang tinggal di Kota Surabaya berasal dari berbagai suku, ras, dan agama yang hidup saling berdampingan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro menjelaskan bahwa Kota Surabaya merupakan kota pluralisme atau paham atas keberagaman. Karenanya, harus difasilitasi dengan memasang ornamen tematik Natal yang dilakukan saat memasuki bulan Desember 2022.
Hebi mengaku, pemasangan ornamen Natal di Kota Surabaya baru dilakukan kali pertama di tahun 2022. Pemasangan ornamen itu dilakukan sejak 14 Desember 2022 oleh DLH dan masih akan terus berlanjut di beberapa tempat lainnya. Hal ini berdasarkan keinginan Wali Kota Eri Cahyadi bahwa Kota Pahlawan merupakan kota pluralisme. (Suarapubliknews.net. 17/12/2022)
Selain penghargaan kota toleransi, pemerintah juga memberikan penghargaan kota peduli HAM (Hak Asasi Manusia). Kota Metro meraih penghargaan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam Peringatan Hari HAM Sedunia ke-74 Tahun 2022 di Jakarta Senin, 12 Desember lalu. (info.metrokota.go.id)
Pemerintah Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) juga meraih penghargaan Kota Peduli HAM dari Kemenkumham. Indikator yang menjadi penilaian adalah pemenuhan hak atas bantuan hukum, hak atas informasi, hak turut serta dalam pemerintahan dan hak atas keberagaman dan pluralisme. (Borneonews.co.id, 15/12/2022)
Pluralisme Mendangkalkan Akidah
Toleransi merupakan sikap menghargai, membiarkan, membolehkan perihal keagamaan yang berbeda atau bertentangan dengan agamanya sendiri. Toleransi pada dasarnya diajarkan dalam agama masing-masing, jenjang pendidikan, dan sedari kecil pun di rumah diajarkan sikap toleransi oleh orang tua.
Lawan dari toleransi adalah intoleransi. Biasanya intoleransi terjadi pada minoritas yang terhimpit dalam mayoritas. Namun, tidak dapat dipungkiri isu intoleransi kadang digunakan sebagai senjata untuk menyerang mayoritas sehingga menumpulkan keyakinan dan berujung sikap pluralisme yakni paham yang menyamakan semua agama benar.
Di bulan Desember dan akhir tahun ini umat Islam perlu diingatkan akan haramnya pluralisme. Rendahnya kesadaran akan paham ini sangat membahayakan akidah umat. Apalagi di tengah gempuran moderasi beragama yang diaruskan oleh pemerintah.
Demi disebut toleran umat Islam seakan harus mengucapkan selamat natal dan tahun baru, ikut memakai ornamen natal, ikut hadir, merayakan bahkan ikut beribadah masuk gereja. Padahal toleransi dengan cara demikian sudah kebablasan dan jatuh pada keharaman.
Negara seharusnya berperan sebagai pelindung akidah umat tetapi faktanya justru mengaruskan jalan sesat menguatkan pluralisme dan moderasi. Dengan memberikan penghargaan kota toleran dan kota peduli HAM. Selain itu melabeli intoleransi dan radikal bahkan teroris jika tidak sesuai kriteria versi pemerintah.
Sebenarnya wacana intoleransi ini bukan perkara yang harus dipermasalahkan di tengah perbedaan, karena wajar pasti terjadi. Hanya saja, jangan sampai ada pihak yang menjustifikasi "saya toleran anda tidak" karena berpegang teguh dengan keyakinannya.
Selanjutnya, kalau dianalisis dari penghargaan yang diberikan oleh pemerintah berupa kota toleransi atau kota peduli HAM ada upaya menumpulkan akidah umat Islam khususnya, agar menerima paham pluralisme. Ada upaya deradikalisasi terhadap Islam dengan menyudutkan Islam yang idealis terhadap agamanya.
Demikianlah masyarakat Islam dalam sistem kapitalis saat ini justru diajarkan untuk semakin jauh dari Islam. Masyarakat Islam disuguhkan dengan harus menjunjung HAM tapi di sisi lain hak mereka untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan mereka dikikis demi toleransi.
Masyarakat Islam atau kota toleran harus tunduk dengan pluralisme sehingga dikatakanlah ideal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi toleransi. Padahal, dalam Islam paham pluralisme mendangkalkan akidah. Pluralitas dalam keberagaman tidak masalah.
Islam Mengajarkan Toleransi
Toleransi dalam Islam sudah diatur dan diajarkan.
Dalam QS. Al-Kafirun ayat terakhir: "untukmu agamamu, dan untukku agamaku".
Sebenarnya masyarakat dalam Islam adalah sekumpulan orang yang berinteraksi, memiliki perasaan dan peraturan yang diikat dengan aturan yang sama. Walau berbeda suku, agama, bahasa, dan ras jika diikat dengan aturan yang sama yakni Islam maka keragaman tersebut tidak akan dipermasalahkan. Islam hanya membatasi agar tidak ada pencampuran akidah dalam hal muamalah atau kehidupan sosial.
Dalam masyarakat Islam, ada kontrol yakni amar ma'ruf nahi munkar. Tanpa aktivitas ini akan sulit aturan Allah tegak di tengah masyarakat. Masyarakat akan berlomba-lomba untuk mengajak kepada Islam dan menyerukan kebaikan dan masyarakat pun tidak akan abai untuk segera melakukan pencegahan terhadap terjadinya kemunkaran sekecil apapun, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, maupun negara.
Sejarah mencatat bahwa selama Islam diterapkan oleh institusi Khilafah Islam hubungan diantara warga masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah terjalin secara harmonis. Negara memperlakukan semua warga negara secara adil tanpa pengecualian. Setiap orang akan mendapatkan haknya sebagai warga negara dengan tidak mempertimbangkan jenis kelamin, usia, tempat tinggal, dan agama yang dianutnya.
Dalam Khilafah Islam tidak dikenal istilah mayoritas maupun minoritas. Semua dipandang sama sebagai warga negara, baik yang jumlahnya banyak maupun sedikit. Istilah yang ada hanya penduduk Muslim dan ahlu dzimmah (penduduk non Muslim yang tunduk pada pemerintahan Islam), namun penyebutan ini tidak berkonsekuensi pada perbedaan hak kewarganegaraan.
Negara pun menjamin terlaksananya toleransi, siapapun termasuk pemerintah tidak boleh memaksakan agama kepada warga negaranya. Ahlu dzimmah akan dibiarkan tetap dalam keyakinannya. Mereka pun akan dilindungi dalam melaksanakan aturan agamanya yang menyangkut masalah ibadah, makanan, minuman, pernikahan sesama mereka, dan pakaian, mereka diperlakukan sesuai dengan agama mereka, dalam batas apa yang diperbolehkan hukum-hukum syara’.
Perlakuan adil negara terhadap ahlu dzimmah ditunjukkan oleh salah satu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Rasulullah pernah bersabda, “Siapapun yang menindas seseorang yang terikat perjanjian, atau membebaninya melebihi kemampuannya dan menyakitinya, atau mengambil apapun yang menjadi haknya tanpa keikhlasan darinya, maka aku akan menuntut orang tersebut pada hari perhitungan.”
Namun patut diperhatikan bahwa toleransi yang diterapkan negara tetap berpatokan pada ketentuan syariat. Pelanggaran apapun terhadap aturan syariat tidak akan dibiarkan, negara akan segera bertindak untuk menyelesaikannya.
Jadi, masyarakat dalam Islam adalah masyarakat yang paling toleran. Bertetangga dengan muslim akan membuat keluarga terjaga dari ucapan dan perbuatan karena ada adabnya dalam Islam. Sama halnya, jika masyarakat Islam yang mana pikiran, perasaan dan aturan diikat dengan aturan Islam maka toleransi pasti terwujud meski dalam mayoritas muslim.
Toleransi tetap ada batasan. Toleransi kebablasan akan berakibat pembiaran terhadap maksiat dan syirik, sulit membedakan muslim dan nonmuslim, parahnya lagi akan mengakibatkan sinkretisme atau mencampuradukkan agama dan pluralisme atau menyamakan semua agama.
Selain itu, jangan sampai toleran hanya menjadi slogan, toleran pada umat yang beda agamanya tapi intoleran terhadap sesama agama yang hanya beda pemahaman, mazhab ataupun ormas.
Beda konteks lagi kalau dengan pelaku maksiat, perilaku syirik, aliran sesat, termasuk penghinaan/ penodaan agama, tidak ada toleransi dalam hal tersebut. Wajib untuk mencegahnya dengan menasihati atau berdakwah dalam level individu atau ormas serta memberikan sanksi dan hukuman oleh negara.
Negara yang dimaksud untuk menjaga akidah umat adalah dalam sistem Islam. Jika sistem Islam diterapkan maka toleransi akan terwujud, keadilan akan terjamin, dan kedamaian akan tercipta.
Wallahu'alam ...
*) Penulis alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin
Komentar