Salah Kaprah Memahami Radikalisme Menyasar Dunia Pendidikan

Oleh: Ratna Munjiah
Terutama yang ditujukan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan legitimasi yang didasarkan pada pemahaman agama yang salah. Paham dan gerakan tersebut adalah intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
Menurutnya, berdasarkan catatan Global Terrorism Index 2022 menyebut bahwa sepanjang tahun 2021, terdapat 5.226 aksi terorisme di seluruh dunia. Korban meninggal dunia yang berjatuhan akibat aksi tersebut mencapai 7.142 jiwa.
Di Indonesia, kata Gatot, data yang dimiliki oleh Densus 88 terkait aksi terorisme dan penangkapan terhadap pelakunya juga menunjukkan angka yang tinggi. Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari penyebaran paham dan gerakan radikalisme dan intoleransi yang utamanya, menyasar kalangan anak-anak muda, termasuk dengan masuk ke wilayah pendidikan.
Jenderal bintang tiga ini menjelaskan, proses infiltrasi paham dan gerakan radikal dan ekstremisme masuk dengan berbagai cara, mulai dari menyusup di kegiatan-kegiatan keagamaan (CISForm, 2018), masjid-masjid kampus (INFID, 2018), dan persebaran buku-buku (PPIM, 2018).
Pola penyebarannya pun tidak lagi dilakukan hanya melalui medium dakwah dan forum-forum halaqah, tetapi sudah merambah ke media sosial (cyber space) dan jalur-jalur pertemanan.
“Hasilnya, sebagaimana dilaporkan PPIM (2020), 24,89% mahasiswa Indonesia terindikasi memiliki sikap intoleran. Dari sumber lain, Alvara Research (2020) melaporkan bahwa 23,4% mahasiswa dan pelajar Indonesia mengaku anti-Pancasila dan malah pro-khilafah. Data-data ini tentu mengkhawatirkan, tetapi bukan berarti tidak bisa kita kalahkan,” katanya.
Mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn.) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D. secara lebih spesifik menjelaskan bahwa seseorang dapat dicurigai terjangkit radikalisme apabila menunjukkan bentuk-bentuk aksi seperti mengapresiasi aksi terorisme, tidak mengecam aksi terorisme, menunjukkan dukungan melalui unggahan di media sosial, mencurigai aksi teror sebagai rekayasa, dan sebagainya.
“Jika sikap dan pemahaman ini tidak segera diintervensi, sangat mungkin seseorang yang sudah radikal menjadi teroris. Yang bersangkutan bukan lagi mendukung dan menyetujui aksi-aksi kekerasan, tetapi sudah terlibat langsung dengan menjadi pelaku atau eksekutor aksi-aksi kekerasan tersebut,” ujar Gatot.
Hal yang harus dipahami bersama, lanjut Gatot, radikalisme terjadi secara bertahap dan dengan kadar yang berbeda-beda pula. Umumnya, radikalisme bermula dari intoleransi, yakni sebuah pemahaman dan sikap yang menolak keberadaan kelompok lain; risih dengan perbedaan.
Untuk itu, Polri serius membangun kerja sama dengan universitas-universitas di Indonesia untuk melawan segala bentuk ajaran dan gerakan kekerasan. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kesiapsiagaan nasional, masifikasi program kontra-ideologi, deradikalisasi, netralisasi media, serta netralisasi situasi. (humas.polri.go.id).
Pernyataan yang berlebihan. Dari penjelasan yang disampaikan tampak ketakutan yang tinggi hingga berfikir bahwa ada upaya dari sekelompok orang untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan legitimasi yang didasarkan pada pemahaman agama yang salah, dan mengatakan bahwa paham dan gerakan tersebut adalah intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme.
Pernyataan tersebut terus dimassifkan ke seluruh masyarakat, sehingga bagi yang tidak paham dan tidak mau tabayun akhirnya serta merta tanpa memilah-milah dahulu mana yang salah dan benar terhadap adanya kelompok yang mendakwahkan Islam. Akhirnya menciptakan ketakutan dan saling curiga diantara sesama.
Seharusnya pemilik kekuasaan mampu memilah mana yang harus diutamakan untuk ditangani. Seharusnya dunia pendidikan dilindungi dari paham sekuler liberal yang saat ini massif dan sangat nyata kerusakannya bagi generasi. Jangan terus-terusan menggoreng isu radikalisme, terorisme dan sebagainya.
Tidakkah penguasa melihat begitu banyak kerusakan terjadi pada generasi, seks dan pergaulan bebas dianggap sesuatu yang wajar, LGBT diberi ruang hingga akhirnya generasi yang ada saat ini generasi rusak yang jauh dari akhlak.
Disaat kondisi generasi di negeri ini jauh dari kata baik, penguasa malah sibuk menggoreng isu radikalisme dan intoleransi dan itu dialamatkan pada Islam dan kelompok Islam.
Seharusnya sebagaimana seorang muslim, ketika mengimani Islam menjadi keyakinan maka seharusnya diiringi sikap dan kesadaran bahwa sebagai seorang muslim maka akan menstandarkan sikap dan aktivitas berdasarkan syariat bukan aturan yang lain. Sebagaimana firman Allah SWT
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).
Dalam memahami ayat tersebut maka sudah sangat jelas bahwa manusia diperintahkan untuk berIslam secara Kaffah yang berarti harus mengikuti seluruh aturan Sang Pencipta Allah SWT.
Menjadi miris ketika, ada sekelompok golongan yang ingin menyampaikan Islam kaffah justru malah dilabeli dengan kelompok radikalisme bahkan sampai dilabeli dengan kelompok teroris, dan yang menyampaikan itu justru saudara seiman. Padahal perintah itu tertuang dalam Al-Qur'an sebagaimana firman Allah SWT
وَلۡتَكُنۡ مِّنۡكُمۡ اُمَّةٌ يَّدۡعُوۡنَ اِلَى الۡخَيۡرِ وَيَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِؕ وَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ
Artinya, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung,” (Qs. Ali Imran ayat 104).
Sehingga menjadi pertanyaan, dimana ke Islamannya, ketika ayat-ayat Allah didustakan. Maka, sudah seharusnya bagi setiap muslim untuk menyadari bahwa setiap perbuatan terikat dengan hukum syara'. Ketika hukum dari Allah dijadikan standar maka yang dihasilkan adalah kebaikan demi kebaikan. Wallahua'lam
*) Penulis adalah Pemerhati Sosial Masyarakat
Komentar