Pesta Pora di Atas Luka Menganga

Oleh: Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd.
Peneliti Formappi Lucius Karus menilai hal itu memalukan. "Ironis yang memalukan itu sesungguhnya. Rakyat sedang berpanas-panas memperjuangkan penolakan kenaikan harga BBM, sedangkan DPR di ruangan dingin justru berleha-leha merayakan hari ulang tahun ketua DPR-nya," ujarnya.
Lucius mengatakan momen tersebut memperlihatkan seberapa serius komitmen anggota DPR sebagai wakil rakyat. Dia menilai momen itu mengolok-olok rakyat. Menurut Lucius, Puan seharusnya menemui rakyat. "Ketua DPR yang seharusnya menjadi juru bicara DPR dengan pihak luar termasuk rakyat juga seperti lupa diri dengan kegembiraannya menyambut ucapan selamat anggota di Paripurna. Ia terlihat lebih mementingkan kegembiraannya sendiri ketimbang menemui rakyat yang mau menyampaikan aspirasi," lanjut Lucius.
Lucius juga menyoroti rapat paripurna yang dijadikan sebagai ajang perayaan ulang tahun. Dia mengatakan rapat paripurna itu bak panggung tertinggi untuk memperjuangkan nasib rakyat bukan diselipkan dengan urusan pribadi.
Namun Lucius bersatire wajar saja DPR menggunakan rapat paripurna untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, DPR tidak bersikap peduli terhadap rakyat. "Kembali lagi sih, DPR yang tidak mewakili rakyat memang terlihat tak peduli dengan rakyat. Karena itu mereka yang mestinya sedang bertemu di Paripurna bisa saja langsung merespons tuntutan publik yang sedang berdemonstrasi. Tetapi mereka justru memilih mengabaikan massa rakyat untuk merayakan HUT Ketua DPR," katanya.
Lucius mengatakan DPR tengah membuka topeng yang sesungguhnya. "DPR sesungguhnya sedang membuka topeng sesungguhnya. Istilah wakil rakyat itu hanya kedok karena bahkan ketika rakyat yang diwakili itu datang, DPR justru cuek. Lalu pantaskah gelar wakil rakyat tetap dipandang?" ujarnya. (news.detik.com)
Masih segar dalam ingatan, tangis sang Ketua DPR di masa lalu ketika partainya masih menjadi oposisi melakukan 'walk out' bersama anggota partainya dari sidang DPR sebagai unjuk sikap ketidaksetujuan naiknya harga BBM. Bandingkan dengan masa kini, bak panas setahun hujan sehari! Itu pun ditambah lagi dengan pernyataan ibunda sang ketua yang ramai dibagi para netizen di media sosial : 'Jangan cengeng hadapi kenaikan harga!'
Demikianlah ketika sistem yang berlaku tidak memformat penguasa untuk peduli dengan kesejahteraan rakyatnya. Mau diakui atau dibantah, sistem demokrasi sekuler telah membentuk kehidupan yang jauh dari ajaran agama (baca : Islam) sehingga dalam membuat regulasi alih-alih mensejahterakan rakyat malah menyengsarakan! Jargon demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tak lebih dari mantra sihir PHP (Pemberi Harapan Palsu).
Seribu satu dalih mereka semburkan ketika rakyat menggugat aneka aturan yang ditetapkan padahal jelas-jelas menyusahkan. Rakyat pun hanya bisa menelan ludah, ketika gugatan mereka dibalas dengan umpatan-umpatan yang menyakitkan hati : pemalas, tidak mandiri, kurang bersyukur, tidak tahu diri, peminta-minta, dan yang semisalnya.
Entah pernahkah mereka membaca hadits Nabi SAW : “Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR. Muslim).
Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 berbunyi : "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." BBM merupakan kekayaan alam, yang semestinya jika benar-benar dikuasai negara sangatlah cukup memenuhi kesejahteraan masyarakat. Namun sayang seribu sayang, karena penguasaan SDA didominasi swasta lokal maupun asing, yang pasti berhitung untung-rugi, bukan kesejahteraan rakyat banyak, harganya berkali-kali naik.
Islam dengan sempurna telah mengatur, SDA merupakan milik umat. Sebagaimana sabda Rasul SAW : “Manusia berserikat dalam 3 perkara, dalam hal air, padang dan api.” Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa tambang adalah representasi dari api, sehingga barang tambang adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.
Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola negara untuk diberikan hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadits tersebut, Abyadh diceritakan telah meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam.
Rasul SAW meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat : “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)”.
Rasul SAW kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya.” Ma’u al-‘iddu adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak digambarkan mengalir terus-menerus. Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Sikap pertama Rasul SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang yang lain kepada seseorang.
Akan tetapi, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar, digambarkan bagaikan air yang terus mengalir, Rasul SAW mencabut pemberian itu. Hal ini karena dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut dikategorikan milik umum.
Adapun semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu. Yang menjadi fokus dalam hadits tersebut tentu saja bukan “garam”, melainkan tambangnya. Terbukti, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang garam itu jumlahnya sangat banyak, Ia menarik kembali pemberian itu.
Kalaupun pihak swasta dilibatkan, hanya sebatas menggunakan jasanya, bukan sebagai pemilik. Mereka akan dibayar sesuai dengan jasa yang digunakan. Sehingga semua proses mulai dari pemilihan lokasi, aktivitas eksplorasi, distribusi, sampai pemulihan pasca tambang selalu dalam pengawasan ketat negara. Sehingga negara bebas menyalurkan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Dengan pengaturan demikian, pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan SDA berpeluang maksimal terwujud. Alhasil, hanya sistem Islam yang mampu mengelola SDA dengan sempurna, karena Islam mempunyai sistem yang mumpuni dalam menjamin kesejahteraan manusia di segala sisi kehidupan. Penerapan sistem Islam secara keseluruhan dalam bingkai negara ialah solusi satu-satunya guna mengatasi berbagai permasalahan di dalam kehidupan dunia ini. Karena banyak ketentuan syariah Islam berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan kekayaan alam.
Pengelolaan SDA sepenuhnya hanya ada di tangan negara, hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang maupun jasa yang murah bahkan gratis, seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan fasilitas umum. Tak tergiurkah Anda? Wallahu'alam.
*) Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Politik
Komentar