Peran Ibu Mendidik Generasi, Tak Bisa Terganti Dengan Emansipasi

Oleh: Lisa Oka Rina
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kalimantan Timur (Kaltim) Noryani Sorayalita mengupayakan memperkuat kewirausahaan perempuan jelang peringatan Hari Ibu ke-94 yang jatuh pada 22 Desember 2022.
“Hari ini kami mengadakan seminar kewirausahaan perempuan dengan tajuk mempercepat kesetaraan dan mempercepat pemulihan dalam meningkatkan kualitas keluarga,” ujar Sorayalita di Samarinda, Rabu.
Ia mengatakan, saat ini pihaknya tengah berupaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan kepada para perempuan di Kaltim karena dinilai partisipasi perempuan pada angkatan kerja masih rendah. Sorayalita mengemukakan, berdasarkan data E-Infoduk DKP3A Kaltim saat ini, jumlah angkatan kerja mencapai 1.949.000 orang. Namun dari jumlah tersebut terjadi ketimpangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), antara laki-laki dan perempuan.
“TPAK laki-laki di Kaltim mencapai 87,64 persen, sementara TPAK perempuan hanya 12,36 persen,” katanya.
Menurutnya, dalam upaya menguatkan kesetaraan gender dan meningkatkan peran perempuan sebagai ujung tombak keluarga, maka menumbuhkan jiwa wirausaha bagi perempuan perlu didorong sejak dini.
Sorayalita memaparkan kegiatan seminar kewirausahaan perempuan dilatarbelakangi oleh tantangan keluarga selama pandemi yang cukup berat. Banyak pekerja dan kepala keluarga yang dirumahkan akibat dampak COVID-19. (Kaltim.antaranews.com, 7/12/22)
Mendorong perempuan untuk menjadi wirausaha dari sudut pandang gender, memang sedang gencar dilakukan saat ini. Karena melihat pelaku ekonomi lebih banyak lelaki. Dan menurut pengusung gender, hal itu bentuk diskriminasi.
Padahal kalau kita melihat dengan seksama, himpitan ekonomi tidak melihat gender. Laki-laki atau perempuan telah menjadi korban atas harga bahan pokok yang melambung dan inflasi yang tinggi. Saat ini, lapangan kerja untuk laki-laki pun begitu sulitnya dicari. Bila perempuan bekerja, upah yang didapat juga rendah.
Secara fitrah penciptaan manusia, laki laki dan perempuan itu memang berbeda. Dan perbedaan itu bukan bentuk diskriminasi. Namun itulah fitrahnya.
Sandal atau sepatu, tidak bisa kanan dua-duanya. Tapi ada sebelah kiri dan sebelah kanan. Dan menjadi teratur, rapi, atas perbedaan tersebut.
Fitrah perempuan adalah menjadi ibu dan pendidik bagi anak-anaknya (generasi). Mengenalkan Allah, menanamkan keimanan kepada Allah, menanamkan akhlak baik, mengajarkan anak anak berbicara yang baik, mengajari anak agar memiliki jiwa yang optimis, sampai perkara lifeskill seperti mencuci baju, memasak, membersihkan rumah, adalah peran yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Jikalau peran itu diberikan kepada ayah atau orang lain, niscaya tidak akan berjalan sesuai fitrahnya.
Meminggirkan fitrah kaum perempuan sebagai ibu dan pendidik generasi adalah hal berbahaya. Terlebih lagi bila standarisasi perempuan berdaya melalui ekonomi dilihat sebagai keberhasilan sejati, sungguh itu sebuah ironi.
Mendidik generasi agar menjadi pemimpin pengisi peradaban tidak bisa dinilai dengan materi. Lihatlah torehan sejarah lahirnya pemimpin peradaban ketika Islam dijadikan standarisasi. Imam Bukhari yang merupakan ulama besar, menghasilkan karya yang bermanfaat dan tinggi nilainya hingga zaman milenial saat ini adalah buah didikan seorang Ibu yang mengoptimalkan perannya sebagai pendidik generasi.
Tampuk kepemimpinan Allah bebankan kepada laki-laki karena memang pas sesuai fitrahnya. Sebagaimana firman Allah SWT, "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)..." (TQS An Nisa: 34)
Allah wajibkan sebagai tulung punggung, pencari nafkah, ada di pundak suami karena sudah Allah berikan kelebihan-kelebihan pada lelaki. Dan berbalas surga di akhirat kelak karena sudah menunaikan kewajiban Allah tersebut.
Kepada wanita pun demikian, Allah bebankan di pundak wanita sebagai ibu dan pendidik generasi serta akan berbuah pahala berlipat kelak di surga-Nya.
Peran dan taklif dari Allah itu sekarang menjadi terbalik akibat penerapan sistem kehidupan sekuleris di tengah masyarakat. Dan memberikan bahaya luar biasa baik kepada generasi yang kehilangan arah karena tidak terdidik serta suasana kehidupan yang materialistik akibat kehilangan arah dalam memahami peran laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan.
Saatnya kita menempuh jalan cahaya, jalan kebaikan sebagai hamba Allah, yakni menyadari tujuan hidup kita adalah untuk melaksanakan kewajiban yang Allah tetapkan untuk kita karena kita ini hamba-Nya serta bersegera untuk mencampakkan cara pandang yang berbahaya itu.
Wallahu'alam bisshawab
*) Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik
Komentar