Narkoba Marak di Kubar Kerusakan Generasi tak Terhindar

Oleh: Kurniawati
Akhir-akhir ini semakin banyak kasus narkoba yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita.
Para pengedar seperti tidak jera dalam melakukan aksinya. Hari ini ditangkap, diproses, dipenjarakan dan hanya dalam hitungan bulan pelaku tersebut bisa dengan bebas menghirup udara segar lagi. Dan kembali bisa melakukan kejahatan itu lagi. Karena kebanyakan dari para pengedar yang tertangkap adalah para pemain lama.
Seperti yang diberitakan oleh Harian Kaltim Post tertanggal 13 Januari 2023, bahwa seorang Pelaku Lelaki berinisial IS (28) dibekuk dijalan trans Kalimantan, tepatnya di Kampung Muara Nayan, Kecamatan Jempang, beberapa hari lalu.
Satuan Reserse Narkoba (Satreskoba) Polres Kubar mengamankan barang bukti 56 poket sabu-sabu 30.8 gram. Tersangka IS mengaku barang haram itu didapatkan dari seorang pengedar di Samarinda.
Kapolres Kubar AKBP Heri Rusyaman melalui Kasat Resnarkoba, AKP Bitab Riyani mengatakan, pemuda tersebut diamankan saat hendak mengantarkan sabu-sabu kepada pelanggannya dipinggir jalan sekira pukul 04.00 Wita. “Saat itu pelaku diamankan di wilayah Kampung Muara Nayan, Kecamatan Jempang,” kata Bitab.
Kronologi pengamanan, anggotanya mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada seseorang yang telah diketahui identitasnya memiliki sabu-sabu. Selanjutnya, petugas melakukan penyelidikan dan saat mengetahui bahwa IS dalam perjalanan dari Samarinda menuju Kecamatan Bentian Besar menggunakan roda empat.
Pelaku kemudian dicegat petugas di pinggir jalan trans Kalimantan, tepatnya di Kampung Muara Nayan. Selanjutnya, petugas melakukan penggeledahan dan mendapati satu kantong plastik berisi 15 poket sabu-sabu masing-masing dibungkus plastik klip warna bening dilapisi dua lembar tisu.
Selain itu, petugas menemukan 41 paket sabu-sabu lainnya didalam baju kemejanya yang disembunyikan dibawah kursi sopir.
Mengerikan sekali bukan? Dengan jumlah paket sabu-sabu sebanyak itu kalau sampai berhasil dikonsumsi oleh para generasi muda kita, mau jadi apa masa depan mereka. Bisa kita bayangkan betapa hancurnya generasi muda muslim jika mereka terkena jerat “monster” narkoba. Fisik dan akal mereka rusak, psikis mereka juga bermasalah. Padahal, para pemuda adalah pemegang estafet peradaban Islam dan kekuatan terbesar dalam perjuangan Islam.
Maraknya narkoba di tengah generasi muda berangkat dari persepsi yang salah terhadap narkoba. Padahal, setiap muslim wajib menjadikan halal dan haram sebagai tolok ukur dalam mengonsumsi sesuatu.
Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Baqarah: 168, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Berdasarkan dalil tersebut, sudah jelas bahwa narkoba hukumnya haram karena terkategori zat yang memabukkan dan membuat lemah. Keharaman narkoba juga berdasarkan kaidah fikih, “Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram).” (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457).
kehidupan sekuler juga memunculkan masyarakat individualis sehingga meninggalkan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Kontrol sosial tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Bahkan, artis pengguna narkoba tetap saja dipuja dan mendapat panggung, seolah tidak ada sanksi sosial bagi mereka.
Selama ini, penyelesaian terhadap masalah narkoba oleh penguasa tidaklah menyentuh akar persoalan, yaitu sistem hidup sekuler liberal yang serba boleh. Padahal, sekularisme liberal itulah yang menjadikan narkoba bebas beredar masif di tengah masyarakat. Sanksi yang diberlakukan negara juga tidak efektif membuat pelakunya jera karena adanya persepsi yang salah tentang penggunaan narkoba.
Seharusnya, pengguna narkoba diposisikan sebagai pelaku kejahatan sehingga harus dihukum berat. Ironisnya, di negeri ini, pengguna narkoba diposisikan sebagai “korban” sehingga malah “dihadiahi” rehabilitasi medis. Pengistimewaan ini akhirnya membuat pengguna narkoba tidak kapok, toh sanksinya hanya diharuskan rehabilitasi.
Pihak yang dianggap sebagai pelaku kriminal hanyalah pengedar dan produsennya. Itu pun ternyata ada mafia yang menjadikan jaringan sindikat narkoba di negeri ini “aman” tidak tersentuh hukum, meski tetap ada beberapa penangkapan oleh aparat.
Badan Narkotika Nasional (BNN) memetakan bahwa ada 98 jaringan sindikat narkoba beroperasi di Indonesia, 27 di antaranya berskala internasional. Kuatnya sindikat narkoba ini tidak lepas dari peran oknum aparat sebagai beking-nya-yang dikonfirmasi oleh kompolnas sendiri. (Merdeka, 10-11-2014).
Adanya aparat penegak hukum yang menjadi beking sindikat narkoba menunjukkan bahwa persoalan narkoba demikian sistemis. Walhasil, butuh perubahan mendasar untuk memberantas narkoba secara tuntas.
Narkoba adalah salah satu cara yang di lakukan oleh kaum kafir untuk menghancurkan generasi muda muslim agar potensi mereka hancur lebur dan tidak bisa menjadi garda terdepan perjuangan Islam. Akibat narkoba, generasi muda muslim menjadi lemah dan rusak. Jangankan memikirkan persoalan umat yang demikian rumit, persoalan diri sendiri saja tidak mampu untuk mereka selesaikan.
Sekali lagi narkoba merupakan ancaman yang tidak bisa kita anggap remeh. Kita harus berperang melawannya. Namun, dalam sistem kehidupan sekuler liberal yang diterapkan di Indonesia saat ini, halal/haram tidak lagi menjadi tolok ukur. Semua hal dianggap serba boleh, asalkan menyenangkan. Generasi muda pun menganut gaya hidup having fun yang menghalalkan segala hal, meski haram dan berbahaya.
Narkoba, misalnya, tidak dianggap sebagai sesuatu yang buruk, haram, dan berbahaya. Narkoba justru dianggap sebagai bagian dari modernitas, gaya hidup kekinian, dan cermin kemapanan finansial. Inilah persepsi yang salah terhadap narkoba.
Berbeda sekali jika kita memandang persoalan ini dari sistem Islam.
Sistem Islam (Khilafah) menjadikan hukum syarak sebagai tolok ukur perbuatan. Sesuatu yang haram dikonsumsi, seperti narkoba, akan dilarang beredar. Untuk memastikan tidak ada peredaran narkoba di tengah masyarakat, negara memberlakukan patroli oleh polisi.
Aparat juga akan menjaga perbatasan, baik darat, laut, maupun udara agar tidak ada narkoba yang bisa masuk ke wilayah Khilafah, baik berupa produk jadi maupun bahan bakunya. Aparat keamanan dipilih dari orang-orang pilihan yang tidak saja mampu, tetapi juga bertakwa. Dengan demikian, mereka tidak tergiur untuk menjadi beking sindikat narkoba.
Khilafah akan menerapkan sanksi tegas bagi pengguna, pengedar, dan produsen narkoba. Sanksinya adalah takzir, yaitu jenis dan kadarnya ditentukan oleh kadi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya.
Hukuman bagi pengguna narkoba yang baru akan berbeda dengan pengguna lama. Takzir bagi pengedar dan produsen narkoba tentu lebih berat daripada pengguna, bahkan bisa sampai pada level hukuman mati. (Lihat: Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98). Aparat yang terbukti mem-beking jaringan narkoba jelas akan mendapat sanksi berat. Inilah gambaran solusi efektif yang bisa memberantas narkoba hingga tuntas. Wallahualam.
*) Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial
Komentar